Mengenang hari jadi (anniversary) setiap kejadian berkesan dalam hidup seseorang memang merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri. Dan cara yang paling mudah untuk bisa merasakan kembali momen kebahagiaan itu adalah dengan merayakannya.
Fakta bahwa begitu banyak tanggal dan hari-hari jadi yang berusaha untuk diingat, seolah menjadi bukti bahwa setiap momen itu berharga. Padahal sebenarnya, bukankah cukup dengan kehadiran hati dalam setiap interaksi antar dua insan yang saling mencintai?
Sebut saja perayaan hari jadi tunangan, tanggal pernikahan, ulang tahun kelahiran, dst. Seolah begitu banyak perayaan yang ‘perlu‘ untuk diingat kembali.
Lalu, bagaimanakah pandangan Islam terkait anniversary ini merayakan hari jadi?
Hukum Merayakan Hari Jadi (Anniversary)
Para ulama berbeda pendapat terkait boleh-tidaknya dalam merayakan anniversary dalam masalah ini, setidaknya ada dua pendapat;
- Haram melakukan perayaan
- Dibolehkan merayakan hari jadi, dengan syarat;
a. Harus terbebas dari segala hal yang dilarang syariat
b. Sesuai dengan kemampuan (tidak berlebihan)
***
Dalil-dalil Pendapat yang Mengharamkan
- Merayakan anniversary baik itu ulang tahun pernikahan/kelahiran merupakan kebiasaan orang-orang kafir yang diperkenalkan kepada umat Islam. Sungguh, Allah dan Rasul-Nya sudah tegas melarang untuk tasyabbuh bil-kuffaar (meniru kebiasaan orang kafir).
- Dalam melakukan perayaan ini ada pengeluran yang sebenarnya tidak diperlukan, dan ini masuk ke dalam kategori mubadzir (buang-buang duit).
- Syariat sudah menetapkan dengan jelas bahwa hari perayaan bagi umat Muslim hanya ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Syeik Bin baz rahimahullah ta’ala berkata, “Sungguh, kebiasaan menirukan perayaan hari jadi ini sudah terjadi, baik itu perayaan kelahiran ataupun pernikahan. Hal ini merupakan sebuah kemunkaran (mengikuti kebiasaan orang kafir). Padahal sudah jelas bahwa hari raya bagi umat muslim itu hanya ada dua; idul Fitri dan idul Adha. Juga hari tasyrik, hari arafah, dan hari Jumat. Barang siapa yang mengadakan hari raya baru selain hari-hari berikut, maka sungguh ia telah meniru orang-orang Kristen dan Yahudi”.[1]
Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut”.
Dalil-dalil Pendapat yang Membolehkan
- Tujuan dari perayan hari jadi ini adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas nikmat pasangan, pernikahan, hubungan yang baik antar mereka.
Dan hal-hal ini tidak bisa disebut sebagai ‘perayaan’.
- Diadakannya perayaan anniversary ini tidak bisa dianggap sebagai bentuk ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena hukumnya bid’ah (hal yang baru dalam agama). Kalau memang tidak diharamkan, berarti hal ini masuk ke dalam kebiasaan (adat), dan hukumnya adalah boleh (ibahah).
Rujukan
1. Majelis Fatwa; fatwa terkait merayakan hari Natal, no 17779, 2/262.
2. Fatwa syeikh Bin Baz 5/176.
3. Al-Lu’lu’ al-Makeen, fatwa Ibnu Jibrin
4. Karya Amr Abdul Mun’im; “tiga puluh bid’ah wanita”. Penerbit: Pustaka al-Iman, Mansoura- Mesir.
[1] Kumpulan Fatwa Syeikh Bin Baz 5/176