Pengertian Haji, Hukum, Rukun, Wajib & Sunnah Haji

0
481
tata cara haji

Ibadah haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib ditunaikan bagi setiap Muslim yang sudah memiliki kemampuan secara fisik maupun finansial.

Pengertian ibadah haji adalah berkunjung ke Baitullah (Makkah) untuk melaksanakan ibadah pada waktu tertentu, dengan memenuhi syarat-syaratnya.

Perintah ibadah haji ini juga langsung disebutkan di dalam ayat Al Quran pada surah Ali Imran: 97, “mengerjakan haji merupakan kewajiban hamba terhadap Allah SWT, yaitu bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah…”.

Disebutkan pula di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah ﷺ pernah bersabda terkait lima perkara pokok dalam Islam, dan salah satu diantaranya adalah menunaikan ibadah haji ke Baitullah bagi yang mampu melakukannya.

Pengertian Ibadah Haji, Syarat, Hukum, Jenis, dan Kewajibannya

Secara pengertian, ibadah haji merupakan berkunjung tahunan ke Makkah, yang setidaknya harus dilakukan sekali seumur hidup oleh seorang muslim yang mampu untuk melakukannya, baik secara fisik maupun finansial, juga sanggup memenuhi kebutuhan keluarganya selama absen dalam pelaksanaan ibadahnya.

Berdasarkan fiqih, apabila seseorang mampu menunaikan haji dan umrah, maka hukumnya wajib untuk melaksanakannya. Jikalau ia menghindari atau tidak melaksanakannya, maka ia berdosa.

Syarat Ibadah Haji

Diantara syarat-syarat ibadah haji adalah;

  1. Beragama Islam
  2. Berakal (aqil), dewasa (baligh), berakal sehat (rasyid)
  3. Merdeka (bukan hamba sahaya)
  4. Mampu (memiliki kemampuan secara fisik dan finansial)
  5. Aman dalam perjalanan. Artinya, terjamin keselamatan jiwa dan hartanya
  6. Untuk perepmuanharus disertai suaminya atau mahram, atau dengan perempuan lain yang ada mahramnya.

Waktu Pelaksanaan Ibadah Haji

Ibadah haji dilakukan setiap tahun satu kali. Adapun waktu pelaksanaan ibadah haji terhitung sejak awal bulan Syawwal sampai Hari Idul Adha di bulan Dzulhijjah.

Rukun Haji

Dalam penunaian ibadahnya, ada beberapa rukun haji yang perlu dilakukan supaya ibadah yang dilakukan sesuai dengan tuntutan syariat, diantaranya;

  1. Ihram; Berniat untuk haji dengan menggunakan pakaian ihram
  2. Wukuf Arafah; Berdiam diri di lembah Arafah, terhitung dari waktu Zuhur pada tanggal 9 Zulhijjah – waktu Subuh tangga 10 Zulhijjah
  3. Tawaf; Ibadah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali putaran. Posisi Ka’bah dan hajar aswad berada di sisi kiri badan jamaah haji. Mudahnya, mengelilingi Ka’bah dengan berputar melawan arah jarum jam. Adapun syarat-syarat tawaf yaitu harus menutup aurat dan suci dari hadas dan najis.

Adapula beberapa jenis tawaf;

3.1.  Tawaf Qudum (dilaksanakan ketika baru sampai Makkah)

3.2. Tawaf Ifadah (pelaksanaan rukun haji)’

3.3. Tawaf Nazar (dilakukan karena nazar)

3.4. Tawaf Sunnah (dilakukan hanya karena mencari keutamaan ibadah)

3.5. Tawaf Wada’ (dilakukan ketika hendak meninggalkan Makkah)

  • Sa’i; Sa’i merupakan lari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah. Dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah, pelaksanaannya dilakukan hingga 7 kali dan setelah tawaf.
  • Tahalul; Ibadah mencukur rambut yang dilakukan usai menyelesaikan seluruh rangkaian haji, setidaknya setelah tanggal 10 Dzulhijjah. Batas minimal mencukur rambut paling sedikitnya, tiga helai rambut.
  • Tertib; Dilaksanakan secara berurutan.

Jenis-jenis Manasik Haji

Di dalam syariat, ada tiga jenis manasik haji. Yaitu;

Ifrad

Ifram merupakan jenis manasik haji yang hanya berihram untuk haji saja tanpa umrah. Pelaksanaan manasik ini hanya berniat untuk haji saja, kemudian pergi ke Makkah dan melakukan tawaf qudum.

Setelah selesai tawaf, seseorang yang malakukan manasik ini tetap menggunakan pakaian haram dan dalam keadaan muhrim sampai hari nahar (pada tanggal 10 Dzulhijjah), tidak dibebani dengan sembelihan (hadyu), dan tidak melakukan sa’i kecuali satu kali, adapun umrahnya dapt dilakukan pada perjalnan yang lainnya.

Diantara bertuk Ifrad adalah

  • Melaksanakan umrah sebelum bulan haji, dan menetap di Makkah sampai haji.
  • Melaksanakan umrah sebelum bulan haji, kemudian kembali ke tempat tinggalnya, dan berangkat kembali ke Makkah untuk menunaikah haji.

Menurut pendapat Imam Malik, ada juga pendapat masyhur dari Madzhab Syafi’i, serta pendapat, Umar, Utsman, Jabir, Ibnu Umar, dan ‘Aisyah yang berdasar dalil dari hadis Aisyah dan Jabir, bahwa Rasulullah ﷺ melakukan haji ifrad.

Haji ifrad ini sempurna tanpa membutuhkan penguat, maka lebih utama.

Tamattu

Pelaksanaan manasik haji tamattu’ adalah berihram untuk umrah pada bulan-bulan haji, dan dilanjutkan dengan berihram untuk haji pada tahun yang sama.

Seseorang yang melaksanakan haji tamattu’ maka harus menyembelih sembelihan (hadyu). Karena itu, setelah tawaf dan sa’i, selanjutnya adalah mencukur rambut pada tanggal 8 Dzulhijjah berihram untuk haji.

Menurut Ibnu Umar, Ibnu Abbas, ‘Aisyah, Ikrimah, dan Imam Ahmad bin Hanbal, pelaksanaan yang lebih utama adalah haji tamattu’.

Qiran

Qiran adalah berihram untuk haji dan umrah sekaligus, dan mebawa sembelihan. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad ﷺ.

Qiran memiliki tiga bentuk, yaitu;

  • Berihram untuk haji dan umrah bersamaan.

Hal ini sebagaimana yang terdapat di dalam hadis Nabi ﷺ tatkala di datangi Jibril as. dan berkata; “Shalatlah di wadi yang diberkahi ini dan katakan ‘Umrah fi hajjatin’.” (HR Bukhari).

  • Berihram untuk umrah saja pertama kali, dilanjutkan dengan memasukkan haji sebelum memulai tawaf.

Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan ‘Aisyah ketika berihram umrah, kemudian haidh di daerah Saraf. Kemudian Rasulullah ﷺ memerintahkan ‘Aisyah untuk berihlal (ihram) untuk haji, dan perintah tersebut bukanlah pembatalan umrah, dengan dalil sabda Nabi ﷺ; “Cukuplah bagi kamu thawafmu untuk haji dan umrahmu.” (HR Muslim).

  • Berihram untuk haji, kemudian memasukkan umrah diatasnya.

Pada poin ini, ulama terbagi menjadi dua pendapat; yang pertama memperbolehkan dengan adanya dalil dari hadis ‘Aisyah, “Rasululloh berihlal (ihrom) dengan haji,”.

Adapun yang tidak membolehkan merupakan pendapat masyhur dalam madzhab Hanbali. Sayikul Islam berkata; “Seandainya dia berihram dengan haji, kemudian memasukkan umrah ke dalamnya, maka tidak boleh menuntut pendapat yang rajih (mendekati kebenaran), dan sebalinya dengan kesepakatan ulama”.

Pedapat yang menyatakan bahwa Qiran lebih utama adalah pendapat madzhab Hanafi dan Tsaury. Pendapat mereka mengambil dasar dari hadis Anas, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah berihlal dengan keduanya: ‘Labbaik Umrotan wa hajjan.“ (HR Mutafaqun Alaih).

Wajib dan Sunnah Ibadah Haji

Kewajiban Ibadah Haji

Sebagaimana kalimatnya, wajib. Maka apabila ada dari daftar kewajiban ibadah haji yang dilanggar, maka konsekuensinya adalah hajinya tidak sah (tanpa perlu membatalkan haji yang sedang dilakukan), tetapi wajib baginya untuk membayar dam (denda) dengan cara menyembelih hewan.

Jika kewajiban haji sudah diganti dengan menyembelih hewan, maka ibadah hajinya dianggap sah.

Maka, wajib haji adalah sesuatu yang tidak mempengaruhi kepada sah atau tidaknya haji secara langsung, tetapi diwajibkan untuk membayar dam apabila meninggalkannya.

Kewajiban haji ada 6, diantaranya;

  1. Ihram (niat berhaji) dari miqat (batas yang ditentukan)
  2. Mabit di Muzdalifah
  3. Melontar tiga Jamrah, yaitu Ula, Wusta, dan Aqabah
  4. Mabit di Mina
  5. Tawaf wada’ bagi yang hendak meninggalkan Mekah, sedangkan untuk wanita yang sedang haid (menstruasi), maka tawaf wada’nya gugur
  6. Menghindari perbuatan yang terlarang dalam keadaan berihram

Sunnah- Sunnah Ibadah haji

Sunnah pada pelaksanaan ibadah haji merupakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan sah atau tidaknya haji, tidak pula berdosa atau diwajibkan membayar dan apabila meninggalkannya, walaupun secara sengaja.

Hal-hal sunnah dalam pelaksanaan haji adalah sebagai pelengkap ibadah pokok itu sendiri, dan masing-masing memiliki konsekuensinya yang berbeda-beda. Walaupun bukan kewajiban, sunnah ibadah haji sangat dianjurkan, dan rugi apabila ditinggalkan.

Sunnah haji secara garis besar terbagi dua;

Sunnah haji secara umum
  • Melaksanakan Haji Ifrad
  • Memperbanyak membaca Talbiyah
  • Salat sunnah Thawaf
  • Thawaf Qudum (bagi yang melaksanakan Haji Ifrad)
  • Mandi. Ada beberapa macam mandi dalam ibadah haji, yaitu: Mandi Ihram, mandi masuk tanah haram (Makkah dan Madinah), mandi Wukuf, serta mandi Mabit di Muzdalifah.
  • Berpakaian ihram dengan kain putih.
  • Minum air Zam-zam.
Sunnah haji secara khusus
  • Melakukan Ihram 

Hal pertama yang dilakukan adalah mandi.

Berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit dan juga dari ‘Aisyah ia berkata, “Aku pernah memberikan wewangian Rasulullah ﷺ untuk ihramnya, sebelum berihram dan untuk tahallulnya sebelum melakukan thawaf di Ka’bah. Melakukan salat ihram dan berdoa kepada Allah sambil menghadap ke arah kiblat. Mengucapkan niat ihram, dan dilanjutkan dengan berdoa, serta memperbanyak bacaan talbiyah serta shalawat.”

  • Sunnah saat Thawaf

Melakukan tawaf dengan berjalan kaki, kemudian memulai dengan posisi menghadap kiblat. Setelah itu, mengusap permukaan Hadjar Aswad, atau jikalau tidak memungkinkan, cukup dengan melambaikan tangan, lalu dikecup.

  • Membaca Do’a Ma’tsur dengan Berlari-lari Kecil pada Tiga Putaran Pertama 

Kemudian mengusap Rukun Yamani, atau cukup dengan melambaikan tangan tanpa dikecup. Setelah itu, memanjatkan doa di Multazam, melakukan salat sunnah Thawaf di belakang Makam Ismail, salat sunnah mutlaq di Hijr Ismail, dan meminum air zam-zam.

  • Sunnah ketika melakukan Sa’i

Sebelum mulai, harus bersih dari hadast besar dan kecil. Kemudian masuk dari pintu shafa (Babus Shafa). Untuk jamaah pria melakukan perjalanan naik sampai ke bukit Shafa dan Marwah, menghadap ke arah Ka’bah setiap mau memulai perjalanan. Setelah itu berlari-lari kecil di antara dua pilar hijau, memanjatkan do’a-do’a ma’tsur, dan yang terakhir adalah muwalah (berkesinambungan).

  • Sunnah Ketika Melakukan Wuquf

Harus suci dari hadast besar dan kecil (mandi & wudhu), mendengarkan khutbah, menghadap ke arah Ka’bah (kiblat), dan melaksanakan ibadah wuquf hingga matahari tenggelam.

Selain itu, dapat juga memperbanyak amalan sunnah seperti, dzikir, doa, bershalawat, membaca Al Quran, taubat, menenangkan hati, menjaga lisan, dan meninggalkan mengucapkan hal-hal yang tidak berguna, terlebih berkata kotor.

  • Sunnah yang Harus Dilakukan saat Mabit di Muzdalifah

Hal pertama yang harus dilakukan pada pelaksanaan sunnah ini adalah salat jamak ta’khir, antara Maghrib dan Isya secara berjamaah. Kemudain mengambil batu kerikil untuk melempar jumrah, memperbanyak bacaan takbir dan talbiyah, serta berdoa di Masjidil Haram.

  • Sunnah saat Melempar Jumrah

Melempar Jumrah Aqobah setelah terbit matahari pada tanggal 10 Dzulhijjah. Ada juga sunnah-sunnah lain yang bisa dilakukan, yaitu; menyembelih qurban, melakukan Thawaf Ifadloh, memotong rambut (Tahallul Awal), mandi setiap akan melempar Jumrah, membaca takbir ketika akan melempar Jumrah, berdo’a setiap selesai 7 kali lemparan pada Jumrah Ula dan Wustho. Kemudian melempar Jumrah lagi tanggal 11 Dzulhijah setelah Zawal (setelah matahari condong ke barat).

Diwajibkan untuk laki-laki yang melempar Jumrah untuk mengangkat tangan kanan sampai terlihat ketiaknya, dan batu yang digunakan untuk melempar Jumrah berukuran sedang (Hashal Qodfi).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini